Ayo Propagandakan: Demokrasi Pancasila YA, Pengerahan Masa dan Anarkisme TIDAK!!!

”…Carilah demokrasimu sendiri ! bukan demokrasi sebab warisan Barat, bukan pula demokrasi yang jatuh dari langit…" (Bung Karno).

SERIGALA BERBULU DOMBA

Waspadai Kaum Materialis Berbaju Nasionalis Yang Ingin Merongrong Nilai Pancasila Dengan Tuntutan Kebebasan Ala Materialisnya Yang Mengganggu Kebhinekaan Pancasilais Bangsa Kita.

Ayo kirimkan pesan ini pada artikel di situs yang dianggap menyebarkan faham Materialis yang mengganggu nilai Pancasila.

Minggu, 01 Juni 2008

DEMOKRASI TANPA PENGERAHAN MASA

Seringkali kita melihat pengerahan masa di Pilkada berakhir ricuh. Kitapun banyak melihat demontrasi mahasiswa (kaum terpelajar) tidak jauh beda dengan masa pendukung politik yang dibutakan oleh kekuasaan, mereka menjadi anarkis, demontrasi mereka mengganggu ketertiban umum, sesekali merusak fasilitas rakyat, dan kadang mengganggu kepentingan rakyat sekalipun mereka bilang sedang membela rakyat. Beberapa ormas tidak ketinggalan ikut melakukan pengerahan masa dan melakukan tindakan anarkis. Apabila Pemerintah dan Perwakilan Rakyat cepat tanggap, apakah anarkisme mereka bisa dicegah?

Demokrasi Pancasila itu bukan memaksakan kehendak dengan pengerahan masa yang anarkis, tetapi Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Artinya kehendak rakyat yang dimusyawarahkan oleh perwakilannya dengan menggunakan kebijaksanaan pengetahuan dan nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang dilandasi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa (Takwa), sehingga melahirkan hikmah yang diharapkan menjadi solusi bagi kehendak itu. Dan hikmah itu boleh jadi mengakomodasi, menolak, memberi jalan yang lain, atau mungkin berupa jalan tengah.

Jika kehendak itu diejawantahkan dengan pengerahan masa anarkis yang memaksakan kehendak dengan mengatas namakan Demokrasi seperti yang kita lihat pada beberapa kasus Pilkada dan lain sebagainya, maka tindakan seperti itu sebenarnya tidak sesuai dengan nilai Demokrasi Pancasila. Bahkan kalau mau kaku dalam menafsirkan sila ke-4 Pancasila ini, maka bentuk pengerahan masa bukan merupakan bentuk Demokrasi yang dikehendaki oleh Pancasila. Tapi barangkali kita tidak akan sekaku itu, Kaum Demokrat Pncasialis sepakat tentang bolehnya pengerahan masa sepanjang tidak memaksakan kehendak, melenyapkan nilai-nilai Pancasila lainnya, dan ditindaklanjuti dengan permusyawaratan perwakilan dengan menggunakan kebijakan dan bukan otot.

Demontrasi yang anarkis, perwakilan rakyat yang bermusyawarah dengan menggunakan otot dan bukan kebijakan ilmu dan nilai sudah keluar dari Demokrasi ala Pancasila. Mereka harusnya disadarkan dan kalau mungkin dicegah. Mereka harusnya ingat bahwa berdemokrasi di Indonesia itu tidak boleh menggunakan bentuk amal Demokrasi yang tidak sesuai dengan Pancasila.

Sengketa itu selesaikan saja di Pengadilan. Keinginan itu sampaikan saja melalu perwakilannya. Dan Pemerintah ataupun Perwakilan Rakyat, seyogyanya memiliki kemampuan untuk tanggap terhadap aspirasi dan gejolak rakyat. Alangkah hebatnya Pemerintah dan Perwakilan Rakyat jika dapat sigap mengambil berbagai kebijakan yang membuat aspirasi rakyat tidak berbuntut pengerahan masa. Kalaupun tidak bisa, minimal dapat mencegah agar pengerahan masa itu tidak berubah menjadi anarkis.

Mari propagandakan untuk mewujudkan Demokrasi Pancasila yang tanpa pengerahan masa, tapi dengan kebijakan dalam permusyawaratan perwakilan. Kita pasti bisa !

2 komentar:

Unknown mengatakan...

anarkis anarkis anarkis...
kata yang berulang buruk di Tulisan anda. atau setidaknya berkesan buruk...
sebagai seorang penulis, penganalisa masyarakat, dan kritikus seperti anda, saya pikir analisis yang anda gunakan terlalu dangkal. Alasannya cukup mudah, pertama : saya sangat yakin anda tidak pernah membaca literatur anarkisme yang sebenarnya. saya tak ingin hanya bertolak pada Bakunin, Max Stiner, George Orwel, hingga hiatus filsuf Plekhanov, tapi lebih pada taqlid anda pada media yang berlebihan.
Media menyatakan atau setidaknya mengidentifikasi anarkisme (hanya) sebagai bentuk kerusuhan yang dilakukan para "asshole" mahasiswa yang melakukan aksi tolol. padahal anarkisme jauh dari itu semua, dan kata anarki sama sekali tidak berarti "itu" (dengan tanda kutip)

Cahyana mengatakan...

Anarki atau Anarchy ?

Banyak pemberitaan dianggap salah karena menggunakan kata anarki dengan arti yang tidak sesuai dengan arti kata anarchy. Menurut pendapat saya, mungkin saja penggunaan kata ini tidak salah karena Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengizinkan orang Indonesia untuk mengartikan anarkis sebagai "kekacauan (dl suatu negara)", sekalipun pengertian yang sama dengan anarchy juga diakomodasi KBBI dalam pengertian anarki alternatif pertama. Banyak contoh kata/frasa serapan bahasa asing dalam KBBI yang diartikan dengan arti yang tidak sesuai atau bahkan besebrangan satu sama lainnya.

Misalnya kata "Zina". Menurut literatur, arti kata 'Zinah' dalam bahasa Arab adalah melakukan hubungan seksual tidak sah. Sementara arti kata 'Adultery' dalam bahasa Inggris adalah melakukan hubungan seksual tidak dengan istrinya. Kedua arti ini diakomodasi dalam KBBI, sekalipun dapat menimbulkan pertentangan satu dengan lainnya jika zina diartikan menurut hukum Islam. Ada dua pengertian zina dalam KBBI yang mungkin dapat besebrangan, (1) "menyetubuhi (meniduri, menggauli) / melakukan hubungan seksual dng tidak sah" (2) "perbuatan bersanggama seorang laki-laki yg terikat perkawinan dng seorang perempuan yg bukan istrinya".

Dalam hukum Islam, bersenggama dengan hamba sahaya miliknya yang tentu saja bukan istrinya adalah sah sehingga tidak disebut zina berdasarkan pengertian Zinah dalam bahasa Arab atau pengertian zina dalam KBBI. Namun pengertian ini akan besebrangan dengan pengertian Adultery dalam bahasa inggris atau pengertian zina lainnya dalam KBBI, karena patokan zina itu perempuan itu istrinya atau bukan.

Saat kita memilih kata / frasa serapan dari bahasa asing dalam KBBI, kita harus memahami bahwa artinya mungkin beda dari kata / frasa aslinya. Seluruh pengertian dalam KBBI adalah pengertian yang dapat diterima dalam percakapan berbahasa Indonesia. Mengembalikan pengertian kata / frasa kepada pengertian yang sebenarnya atau pengertian menurut bahasa tertentu menurut pendapat saya adalah pilihan bukan kewajiban, karena saat kata / frasa terserap dalam bahasa Indonesia, maka kata / frasa tersebut boleh memiliki arti yang berbeda dari kata / frasa sumber serapannya atau yang sama dalam bahasa lain.

Jadi kembali kepada kata "anarki", sah-sah saja jika orang Indonesia untuk mengartikan "anarki" tidak sesuai dengan pengertian anarchy. Lain kalau kata yang digunakan dalam pemberitaan di Indonesia adalah anarchy dan bukan anarki, maka mengartinya sebagai kekacauan sebagaimana arti kata anarki dalam KBBI adalah kekeliruan. Misalnya judul pemberitaanya ditulis "YLBHI tidak akan lindungi mahasiswa anarchy" akan memiliki pengertian yang berbeda dengan "YLBHI tidak akan lindungi mahasiswa anarki" jika mahasiswa anarki diartikan "mahasiswa pembuat kekacauan".


Media : Anarki bukan Vandal

Media masa kita sudah menempatkan kata anarki dengan arti yang seharusnya, di mana anarki maksudnya memang bukan membuat rusak tetapi membuat kekacauan.


Mari kita ambil contoh berita ini :


http://www.acehbarat.com/2012/03/kapolda-pemerintah-tak-akan-bersimpati-pada-aksi-anarki/

"Menurut Kapolda Mudji, Kamis (29/3), aksi anarki justru akan membahayakan rakyat banyak. Kerugian akan dialami karena aksi kerap diwarnai dengan pengrusakan maupun penjarahan."

Dalam kutipan tersebut disebutkan "aksi anarki". Jika merujuk kepada KBBI, arti yang lebih dekatnya adalah aksi membuat kekacauan. Dalam kalimat selanjutnya disebutkan bahwa "aksi anarki" kerap "diwarnai dengan pengrusakan". Artinya aksi "pengrusakan" memang bukan aksi "anarki", tetapi aksi tambahan yang dilakukan mahasiswa. Dengan demikian media masa sudah berhasil membedakan "vandalism" dengan "anarkism" seperti yang diharapkan banyak ahli bahasa.